15 Desember 2010

Sejarah pertama kali Rasulullah mendirikan Sholat Berjema'ah

... Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah dengan ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah s.a.w. melewati daerah yang disebut dengan Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba. Selanjutnya, setelah di Madinah beliau juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya.


Drs. Sidi Gazalba menyebutkan: “Pada hari pertama kedatangan Nabi dengan rombongannya di Madinah itu apakah yang mula-mula sekali dilakukannya? Beliau secara gotong-royong dengan kaum muslimin yang berada di sekitarnya mendirikan Masjid, tempat sujud. Tanah kebun di tempat Masjid itu dibangun adalah milik Bani Najar, yang menolak pembayaran sebagai beli dari kebun mereka. Nabi sendiri ikut bekerja mengangkat batu. Dalam gotong-royong dan sambat sinambat orang tidak memperhitungkan beli, upah dan pangkat. Semua bekerja sama untuk semua”. *)
Dalam perjalanan sejarahnya Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunannya maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana komunitas umat Islam berada di situ ada Masjid. Memang umat Islam tidak bisa terlepas dari Masjid. Masjid telah menjadi tempat beribadah, sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah dan aneka aktivitas lainnya.

    Banyak Masjid telah didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus dan lain sebagainya. Masjid didirikan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam -khususnya kebutuhan spiritualitas- untuk mendekatkan diri pada Pencipta-nya; menghambakan diri, tunduk dan patuh mengabdi pada-Nya. Masjid juga menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat Islam.

    Di antara fungsi Masjid yang utama adalah sebagai tempat beribadah, khususnya dalam melaksanakan shalat fardlu dengan berjama’ah. Kalau kita perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan salah satu ajaran Islam yang pokok. Sunnah Nabi s.a.w. dalam pengertian muhaditsin -bukan fuqaha- yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran Rasulullah s.a.w. tentang shalat berjama’ah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslim laki-laki.

Abu Hurairah r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah s.a.w.: “ Seberat-berat shalat atas para munafiqin, ialah shalat ‘Isya dan shalat fajar (Shubuh). Sekiranya mereka mengetahui apa yang dikandung oleh kedua shalat itu, tentulah mereka mendatanginya, walaupun dengan jalan merangkak. Demi Allah sesungguhnya saya telah berkemauan akan menyuruh orang mendirikan jama’ah beserta para hadirin, kemudian saya pergi dengan beberapa orang yang membawa berkas kayu api kepada orang-orang yang tidak menghadiri jama’ah shalat, lalu saya bakar rumah-rumah mereka, sedang mereka berada di dalamnya””. (HR: Bukhari & Muslim). **)

    Shalat berjama’ah merupakan bukti nyata tentang kemusliman seseorang. Dengan mudah kita dapat mengetahui seseorang itu muslim karena dia datang dan melaksanakan shalat di Masjid. Kita tidak perlu lagi bertanya-tanya apakah dia muslim atau non muslim.

    Pada masa Rasulullah s.a.w, shalat berjamaa’ah di Masjid menjadi identitas kaum muslimin yang dapat membedakan antara mereka dengan orang-orang kafir. Bahkan, orang-orang munafik dapat ditengarai dengan keengganannya dalam melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid.

    Abdullah Ibn Mas’ud r.a. berkata: “Saya melihat semua kami (para shahabat) menghadiri jama’ah. Tiada yang ketinggalan menghadiri jama’ah, selain dari orang-orang munafiq yang telah nyata kemunafiqannya, dan sungguhlah sekarang di bawa ke Masjid dipegang lengannya oleh dua orang, seorang sebelah kanan, seorang sebelah kiri, sehingga didirikannya ke dalam shaf”. (HR: Al Jamaah selain Bukhari dan Turmudzi).**)

    Dengan ter-aktualisasinya shalat berjama’ah, maka Masjid menjadi makmur, ukhuwah imaniyah terbina, keterpemimpinan umat nampak jelas, dan syi’ar Islam nyata dalam kehidupan sehari-hari.

    Bagi seorang muslim, menegakkan shalat dengan berjama’ah di Masjid bisa menambah kekhusyu’an dan meningkatkan rasa kebersamaan dalam menghamba kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

    Shalat berjama’ah juga memiliki nilai lebih dari pada shalat sendirian (munfarid).

    Ibnu Umar r.a. berkata: “Bersabdalah Rasulullah s.a.w. : “Shalat jama’ah melebihi shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajad”. (HR: Bukhari dan Muslim). **)

    Shalat berjama’ah di Masjid merupakan ajaran Islam, khususnya bagi laki-laki yang tidak ada udzur, yang saat ini banyak dilupakan umat Islam. Kini kita lihat, di Masjid orang-orang yang melaksanakan shalat berjama’ah sangat sedikit sekali. Terlebih, pada waktu shalat shubuh yang datang mungkin bisa dihitung dengan anak jari.

    Masya Allah, umat Islam telah melupakan ajarannya sendiri. Bahkan, di antara mereka banyak yang datang ke Masjid hanya sepekan sekali pada hari Jum’at. Karena itu, kita perlu untuk meng-aktualkan kembali ajaran Shalat berjama’ah di Masjid ini yang merupakan perintah Rasulullah s.a.w. Kita hidupkan kembali sunnah beliau dengan memulai dari diri kita sendiri menurut kemampuan masing-masing.

    Sebenarnya, inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar, sementara yang lain adalah pengembangannya. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid.

    Jadi, keberhasilan dan kekurangberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat Islam di sekitar Masjid dalam menegakkan shalat berjama’ah.

    Masjid adalah tempat sujud. Kita sujud dan ruku’ bersama-sama dalam shalat berjama’ah. Coba kita bayangkan, seandainya setiap umat Islam, khususnya laki-laki, pada waktu mendengar adzan mereka mendatangi Masjid, baik yang di kampung, sekolah, kantor, jalan raya, pusat-pusat pertokoan, kampus dan lain-lainnya untuk menunaikan shalat fardlu dengan berjama’ah. Tentu syiar Islam akan nampak nyata. Bayangkan, hal itu terjadi lima waktu dalam sehari.

    Sebagai pembanding, tentu kita dapat melihat bagaimana syiar Islam ditegakkan pada malam awal bulan Ramadlan. Masjid penuh dengan jama’ah, persatuan Islam nyata, kekuatan Islam nampak, da’wah islamiyah terbina, dan syi’ar Islam bisa dirasakan bersama.

    Semoga kiranya Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa membimbing kita dalam memakmurkan Masjid, di antaranya melalui shalat berjama’ah. Amien.

    Wallahua’lam bishshawab.

    Note:
    *) Drs. Sidi Gazalba: “Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam”, hal. 121.
    **) Prof. TM Hasbi Ash Shiddieqy: “Koleksi Hadits Hadits Hukum”, jilid 4, hal. 1-4.

Sumber : http://www.immasjid.com/
Judul     : MEMAKMURKAN MASJID DENGAN SHALAT BERJAMA’AH