Selama ini banyak yang memahami bahwa orang-orang sufi sebagai golongan identik miskin, tidak berharta, mungkin penjelasannya tidak seperti itu. Jasmaninya tetap di dunia tetapi ruhaninya tetap dilangit, tubuhnya tetap bersama hiruk pikuk manusia, tetapi hatinya bergema dengan kalimat “Allah”, gerak badannya bergaul dengan manusia, tetapi ruhaninya tidak berhenti berdiri, rukuk, dan sujud bersama Allah, dia selalu membutuhkan Allah tanpa sebab, tidak seperti kebanyakan manusia yang kemudian ada sebab / masalah kemudian butuh Allah, setelah itu tertutupi sifat butuh, karena lebur dengan keadaan yang lapang.
Ada kisah cukup menarik, pada suatu sa’at seseorang mengunjungi kediaman dari kalangan sufi. Orang tersebut terkejut melihat fenomena yang ada sekitar rumah “si sufi”, si sufi yang sangat kaya dengan rumah yang megah, perabotan yang mewah, pekarangan yang indah dengan bunga yang mahal, kendaraan dan sebagainya. Dalam hati si tamu mengatakan “apakah ini yang disebut kehidupan dan prilaku sufi?” kaya, bergelimangan harta dan lain-lain.
Tidak beberapa lama kemudian si sufi terlihat membuka pintu, kemudian si tamu mengucapkan salam. Setelah menjawab salam, tanpa banyak bicara si sufi mengajak tamu untuk mengikutinya. Kemudian si sufi mengajak tamu jalan-jalan dengan ikut dokar (kereta kuda). Setelah itu si sufi menyuruh si tamu untuk memegang erat gelas yang berisi air agar jangan sampai tumpah. Kemudian berangkatlah mereka berkeliling dengan dokar, si tamu terus waspada, memegang gelas dan memandangangi airnya agar tidak tumpah, apalagi laju dokar yang membuat goncangan pada penumpang. Setelah waktu lama berjalan, sebagaimana permintaan si sufi. kemudian si sufi mengajak turun pada tamu, dan si tamu menuruti sambil tetap memegang erat dengan hati-hati gelas yang berisi air tersebut agar tidak tumpah.
Kemudian si sufi bertanya; apa yang kamu yang lihat selama dalam perjalanan? Kemudian si tamu menjawab: saya tidak bisa melihat apa-apa selama perjalanan. Lah bagaimana bisa terjadi? Kata si sufi, kan banyak hal disekitar perjalanan kita. Kemudian si tamu menjawab: bagaimana saya dapat melihat sekitar perjalan, sedang saya terus waspada dan memandangi gelas dalam air agar tidak tumpah.
Setelah itu si sufi tersenyum; itulah jawaban pada hatimu saat kamu bertamu kerumahku. Harta dan sebagainya boleh mengelilingiku, tetapi aku tidak bisa memandangnya, karena tiada yang menarik lagi bagiku selain Allah. (Wallahu a’lam).